Minggu, 01 Juli 2012

Membenahi Hukum Ekonomi Indonesia


Setelah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008 ditambah sekarang dengan krisis Yunani dan Uni Eropa adalah bukti pentingnya hukum untuk mengatur ekonomi suatu negara. Bagi Indonesia, krisis ekonomi 1998 telah menyebabkan keruntuhan banyak bank, meningkatnya pengangguran, daya beli masyarakat yang melemah, saham-indeks dan bursa ikut memburuk, nilai tukar Rupiah sebelumnya Rp 2.500 per satu dolar AS, dalam waktu hanya satu bulan menjadi Rp 15.000. Banyak perusahaan menderita kredit macet dan tidak bisa membayar utang mereka.
            Krisis ekonomi mulai terjadi lagi pada tahun 2008. Krisis memukul komoditas ekspor Indonesia ke Amerika dan negara-negara Eropa, terutama dalam bisnis garmen, alas kaki, dan sepatu. Mereka menyebabkan peningkatan pengangguran di Indonesia menjadi sekitar 14.000.000 orang. Pasar bursa jatuh sekali sehingga banyak perusahaan mengalami kerugian tiba-tiba. Sedangkan krisis yang terjadi akhir-akhir ini dipicu kebijakan utang AS dan Eropa yang menciptakan siklus hutang yang tak berujung baik di Amerika maupun di seluruh penjuru dunia. Kebijakan ini diambil saat krisis tahun 2008, memang sempat memberikan efek baik sesaat sampai akibatnya kebijakan itu menjerat dan menghasilkan krisis utang di negara Yunani. Krisis utang Eropa berasal dari Yunani, yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal. Ketiga negara tersebut memiliki utang yang lebih besar dari GDP-nya, dan juga sempat mengalami defisit (pengeluaran negara lebih besar dari GDP). Krisis mulai terasa pada akhir tahun 2009, dan semakin seru dibicarakan pada pertengahan tahun 2010. Pada tanggal 2 Mei 2010, IMF akhirnya menyetujui paketbail out (pinjaman) sebesar €110 milyar untuk Yunani, €85 milyar untuk Irlandia,dan €78 milyar untuk Portugal. Kemudian kekhawatiran akan terjadinya krisis pun berhenti sejenak. Efek dari krisis Eropa ini cukup berdampak kepada IHSG, yang ketika itu langsung anjlok besar-besaran dari posisi 2,971 ke posisi 2,514.
            Para pengacara dan ekonom tampaknya memiliki pendapat umum bahwa hukum memiliki peran signifikan dalam menangani krisis dan pembangunan ekonomi. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa kepastian hukum adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi. Namun, hukum tidak secara otomatis mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, hukum bisa menjadi kendala bagi pembangunan ekonomi. Agar berperan dalam pembangunan ekonomi, hukum harus menyediakan tiga kualitas, diantaranya:

1.      Prediktabilitas
Hukum harus dapat memprediksi atau memberikan kepastian. Misalnya, investor akan mendapatkan keyakinan jika hukum dapat melindungi modalnya dan dana yang diinvestasikan. Kreditor juga akan mendapatkan keamanan yang sama jika debitur gagal membayar pinjaman. Kurangnya kepastian hukum adalah salah satu kendala dalam mengundang investor asing ke suatu negara. Sektor bisnis perlu memiliki kepastian, berapa lama ia akan mendapatkan lisensi yang diperlukan atau izin untuk memulai bisnis termasuk biaya yang harus dikeluarkan untuk mengikuti izin tersebut.

2.      Stabilitas
Hukum harus dapat menciptakan stabilitas, yang berarti itu harus mampu mengakomodasi atau menyeimbangkan kepentingan bersaing masyarakat. Misalnya, masyarakat ingin hidup di lingkungan yang bersih dan bunga perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Itu hukum harus melindungi konsumen dan produsen. Hukum harus mampu untuk melindungi lahan pemilik dan pemerintah yang memerlukan tanah untuk pembangunan infrastruktur.

3.      Keadilan
Hukum harus memberikan keadilan. Hukum harus mampu untuk menentukan satu yang benar atau salah. Kurangnya standar pada mana yang benar atau salah akan menghilangkan legitimasi pemerintah dalam jangka panjang. Tiga kualitas ini merupakan persyaratan untuk setiap sistem ekonomi untuk berkembang.

Beberapa undang-undang yang mengatur tentang pembenahan ekonomi Indonesia:

1.      UU No.4 Tahun 1998 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran.
Tujuan aturan ini adalah untuk memaksa debitur membayar  utangnya kepada kreditur. Sedangakan kelemahan aturan ini antara lain kecil kemungkinan kreditur dapat membuat perusahaan besar bangkrut.

2.      UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan.
Atuan  ini dimaksudkan antara lain untuk mendirikan lembaga khusus sebagai implementasi untuk program restrukturisasi perbankan. Sebagai tindak lanjut Pemerintah mendirikan Badan Penyehatan Perbankan didirikan Nasional-BPPN (Perbankan Nasional Badan Penyehatan) untuk memecahkan pembayaran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI (Dana Bantuan dari Bank Indonesia) yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami masalah keuangan dengan harapan bahwa mereka dapat bertahan, meskipun beberapa yang dilikuidasi akhirnya.

3.      UU Bank Indonesia 1999
Aturan ini bertujuan untuk mengatur tujuan dan tugas Bank Indonesia untuk mempertahankan nilai mata uang Rupiah (Pasal 7) dan Pasal 9 UU No 23 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pihak lain tidak diperbolehkan untuk campur tangan dengan cara apapun ke dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib untuk menolak dan atau mengabaikan segala bentuk intervensi dari pihak manapun dalam pelaksanaan tugasnya.

4.      UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 1999
Aturan ini mengatur arbitrase domestik dan penegakan arbitrase asing. Pasal 3 dari UU ini menyebutkan Pengadilan tidak memiliki yurisdiksi untuk memeriksa kasus yang bersengketa pada pihak yang telah membuat komitmen untuk perjanjian arbitrase. Dalam aspek penegakan putusan arbitrase asing, pasal 65 menyebutkan bahwa lembaga berwenang untuk menangani masalah pengakuan dan penegakan keputusan Arbitrase adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

5.      Amandemen UU Kepailitan 2004
Perubahan UU Kepailitan Tahun 1998, menyebutkan antara lain, pembesaran definisi utang, menjadi kewajiban yang dapat dinyatakan dalam nilai uang, di mata uang Indonesia maupun mata uang asing, secara langsung atau tidak langsung, ada juga perubahan lain dalam hukum ini adalah, jika debitur adalah saham-tukar perusahaan, bursa efek, lembaga kliring, Permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Pasar Modal Badan Pengawas (ayat 3 Pasal 2). Selain itu, ayat 5 pasal 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang berhubungan dengan kepentingan publik, permohonan untuk pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

6.      Hukum yang mengatur Investasi 2007
Penanaman modal asing adalah salah satu sumber daya keuangan yang sangat diperlukan untuk pembangunan ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi selama sembilan tahun terakhir telah membawa sejumlah masalah seperti ancaman disintegrasi nasional, kebangkrutan besar perusahaan, dan semakin banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pemulihan krisis ekonomi Indonesia membutuhkan modal yang besar. Salah satu sumber modal adalah investasi asing dalam bentuk portofolio. Investasi asing tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip investasi yang disepakati dalam APEC (Asia Pacific Economic Cooperation). Di tengah kesulitan ekonomi yang parah, Indonesia perlu untuk mengundang modal asing lebih untuk meningkatkan ekspor.

Diharapkan undang-undang diatas dapat membenahi perekonomian kita sekarang ini, semua aturan telah dibuat. Jadi, sekarang bagaimana peran kita mematuhi peraturan agar tercipta perekonomian yanng baik yang dapat mensejahterakan kita semua.

Daftar Pustaka:
·         Modul Peranan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia Pengembangan

0 komentar:

Posting Komentar