Minggu, 08 April 2012

Perlindungan Konsumen Di Indonesia

PENGERTIAN
      Dalam UU No. 8 tahun 1999 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Realita yang ada di msayarakat sekarang ini banyak para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap konsumen. Contohnya seperti memberikan discount besar-besaran padahal sebelumnya barang itu sudah dinaikan terlebih dahulu. Pelanggaran lainnya, seperti pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum. Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Contoh lain, berat atau neto yang tidak sesuai dengan apa yang dituliskan dalam label. Dan masih banyak lagi hak-hak yang dilanggar pelaku usaha kepada konsumen.
      Lalu, apa  arti sebenarnya dari pelaku usaha, pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Seperti pengertiannya pelaku usaha menyelenggarakan kegiatan usaha, sedangkan tujuan kegiatan usaha adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Dalam mewujudkan tujuan itulah banyak dari para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
      Untuk meminimalisir pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, seorang konsumen mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut.
1.      Hak konsumen dalam UU No. 8 tahun 1999 Pasal 4 adalah :
·       Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa;
·    Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
·      Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
·  Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
·    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
·        Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
·        Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
·        Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
·        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.      Kewajiban konsumen dalam UU No. 8 tahun 1999 Pasal 5 adalah :
·   Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
·        Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
·        Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
·        Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

      Selain para konsumen yang mempunyai hak dan kewajiban seorang pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut.
1.      Hak pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 Pasal 6 adalah :
·        Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·      Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
·  Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
·   Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
2.      Kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 Pasal 7 adalah :
·         Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
·    Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
·  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
·  Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
·   Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
·    Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
·     Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


DASAR HUKUM
          Dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia adalah UU No. 8 tahun 1999. Perlindungan konsumen sendiri berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dalam UU No. 8 tahun 1999 Pasal 3 tujuan perlindungan konsumen adalah :
1.    Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3.  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.   Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5.    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.  Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

           Sanksi yang diberikan kepada pelanggar hak-hak konsumen tercantum dalam UU No. 8 tahun 1999 Pasal 62 diantaranya adalah :
1.      Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2.   Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.     Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.



HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


PENGERTIAN
            Hak kekayaan intelektual atau yang sering disebut HKI, HaKI dan dalam bahasa inggris biasa disebut dengan Intellectual Property Rights (IPR), adalah hak yang diberikan kepada seseorang sebagai hasil dari kerja kerasnya melakukan kreatifitas dan menghasilkan inovasi sebuah produk baru yang berguna untuk masyarakat. Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian, yaitu:
  1. Hak Cipta (copy rights)
  2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
·         Paten;
·         Desain Industri (Industrial designs);
·         Merek;
·         Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition);
·         Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit);
·         Rahasia dagang (trade secret).

SEJARAH PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

            Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
            Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri. Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
            Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa. Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
            Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman. Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
            Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting dari persetujuan  WTO adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di bidang HaKI, yaitu :
a.   Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979;
b.    Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under the PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
c.      Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997;
d.   Bern Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works dengan Keppres No. 18 tahun  1997;
e.       WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19 tahun 1997.

            Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS). Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention establishing the world Intellectual Property Organization.
        Pada zaman ini, hak kekayaan intelektual menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh dunia. Dengan demikian saat ini permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari perdagangan dan investasi. Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.
           Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Menteri.
           Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a.       Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan teknis di bidang HaKI;
b.      Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan, pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
c.       Pelayanan Teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.


DASAR HUKUM
          Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta.
         Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata. Jika kita melanggar hak cipta orang lain, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, meniru atau menyalin, menerbitkan atau menyiarkan, memperdagangkan atau mengedarkan atau menjual karya-karya hak cipta orang lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk bajakan) maka kita telah melakukan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi pidana sebagai berikut:
PASAL 72:
1.    Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2.  Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3.  Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
4.    Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).
5.   Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
6.    Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
7.    Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
8.    Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
9.    Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta rupiah).
           
            Disamping itu, kita dan atau perusahaan kita juga dapat dikenakan gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-pelanggaran itu.

DAMPAK PELANGGARAN HAKI
            Salah satu contoh pelanggaran HAKI adalah pembajakan software. Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan perusahaan pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak berkembang karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini. Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena selalu khawatir hasilnya akan dibajak. Terlepas dari perusahaan software yang semakin hari semakin merugi karena aksi pembajakan. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business Software Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan mereka ditindak tegas sesuai ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State Trade Representatif yang dalam beberapa tahun belakangan ini menempatkan Indonesia pada posisi priority watch list. Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act. Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia. "Dalam hal ini, pasar Indonesia di Amerika Serikat yang menjadi taruhannya, bidang yang menjadi sorotan utama, yakni hak cipta menyangkut pembajakan video compact disk serta program komputer, dan paten berkenaan dengan obat-obatan (pharmaceuticals). Karena itu, yang penting sebenarnya, adalah komitmen dari penegak hukum Indonesia pada standar internasional mengenai HaKI sendiri.
            Contoh lain adalah pembajakan vcd dan dvd. Pembajakan ini sangat lumrah dan terkesan dibiarkan. Bagaimana tidak, kaset-kaset bajakan yang seharusnya dijual sembunyi-sembunyi justru dijual terang-terangan bahkan di mall-mall. Hal inilah yang membuat banyak pengarang lagumulai malas berkreasi terbukti dengan trend pengeluaran single-single saat ini. Banyak pemusik saat ini yang lebih sering mengeluarkan single-single terlebih dahulu baru mengeluarkan album karena dengan cara ini mereka akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak ketimbang mereka mengeluarkan album dan langsung semua karya mereka dibajak.

TIPS MEMBANGUN PRIBADI YANG SUKSES


v Kriteria Sukses
1.     Competency : Mampu melakukan tugas dengan baik dan                 benar
-       Skill yang memadai
-       Mempunyai jiwa berkompetisi
-       Memiliki keterampilan dalam berbagai bidang
-       Cakap dalam berbicara dan berinteraksi
2.     Character : Memiliki karakter yang apa adanya tetapi tangguh
-         Sikap mental yang teguh
-         Kepribadian yang menarik
-         Memiliki budi pekerti
-         Berperilaku yang baik
3.     Creative : Selalu membuat Kreasi-kreasi baru
4.     Competitive : Memberikan kreasi baru yang bermanfaat dan dapat dipertanggung jawabkan

v 5 Karakter Sukses:
1.     Punya kemauan: orang yang memiliki kemauan yang kuat akan lebih giat untuk mencoba, dan semakin sering mencoba kunci keberhasilan itu semakin cepat datang.
2.     Terus belajar: tidak berhenti mencoba meski gagal dan tetap belajar terus menurus.
3.     Senang menolong:
4.     Kesetiaan
5.     Sadar waktu

v Mengapa harus sukses???
1.     Kita berhak sukses
2.     Tuhan menginginkan kita sukses
3.     Kita diberi potensi dan peluang
4.     Tidak ada pilihan lain kecuali sukses