FRANCHISING ( WARALABA )
TUGAS PENGANTAR BISNIS
DI SUSUN OLEH:
UMI HASANAH
NPM:28210326
KELAS :1EB12
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
DEPOK
2010
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan dan keselamatan sehingga saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Tujuan laporan ini saya buat untuk menambah penetahuan saya dan juga untuk memenuhi tugas saya sebagai mahasiswa pada pelajaran pengantar bisnis. Adapun kekurangan yang saya miliki harap di maklumi karena pengalamn saya yang masih minim namun saya berusaha seoptimal mungkin menyajikan dengan baik semoga bisa bermanfaat bagi semuanya.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Depok, November 2010
Penyusun :
Umi Hasanah
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Belakangan ini bisnis franchising waralaba semakin menjamur di tanah air, karena untuk memulai bisnis waralaba yang dibutuhkan hanyalah modal yang kuat dan jauh lebih mudah bertahan ketimbang memulai usaha dari nol. Maka karena itulah franchising waralaba sangat berkembang. Bagi para pemula bisnis franchising sangat mudah dan juga mendapatkan keuntungan yang lumayan besar, karena mereka mempunyai hak untuk menggunakan suatu nama bisnis dalam suatu wilayah geografis tertentu, dan apabila pebisnis menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya bisa di pastikan keuntungan yang mereka raih akan jauh lebih besar.
1
BAB II
BAGIAN ISI
II.1 Pengertian Franchise
Salah satu alternatif bagi seseorang pemula memulai usaha kecil-kecilan adalah franchising. Franchising atau waralaba berasal dari bahasa prancis yang mempunyai arti kejujuran atau kebebasan adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau dan jasa. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekeyaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Sistem franchising ( waralaba ) adalah suatu sistem bagi distribusi selektif bagi barang dan atau jasa di bawah suatu nama merek melalui tempat penjualan yang dimliki oleh pengusaha independen yang di sebut franchisee, walaupun pemberi franchise memasok franchisee dangan pengetahuan atau identifikasi merek secara terus menerus, franchisee menikmati hak atas profit yang diperoleh dan menanggung risiko kerugian. Franchisor mengendalikan distribusi barang dan atau jasanya melalui suatu kontrak dengan mengatur aktivitas franchisee, dalam hubungannya untuk pencapaian standarisasi.
2
Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang di maksud dengan franchisor dan franchisee:
Ø Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
Ø Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Elemen penting dalam bisnis waralaba, yaitu:
Ø Ada suatu perjanjian kontrak antara franchisee ( perseorangan ) dengan franchisor ( perusahaan).
Ø Ada suatu barang atau jasa bermerek.
Ø Operasi usaha di lakukan oleh pengusaha untuk tujuan mendapatkan profit.
Ø Pengawasan dilakukan oleh franchisor agar prosedur standar dan standarisasi produk barang dan jasa di gunakan.
Perjanjian Franchising
Setiap organisasi franchise masuk ke dalam suatu perjanjian kontraktual dengan para franchisee nya. Isi kontrak bisa terdapat perbedaan dalam berbagai hal, seperti jumlah modal yang dibutuhkan, pelatihan yang di berikan, kemampuan bantuan manajerial, dan besarnya wilayah franchise. Tetapi sebagian besar kontrak franchise memiliki kesamaaan. Pembeli franchise biasanya membayar biaya awal kepada perusahaan dan menyetujui untuk membayar franchisor setiap bulannya dalam suatu persentase tertentu dari penjualan. Sebaliknya, franchise memiliki hak untuk menjual produk atau jasa standar. Hampir di setiap franchise, franchise harus menginvestasikan sejumlah uang yang jumlahnya beragam. Meskipun memiliki uang untuk membayar, orang-orang masih harus antre untuk mendapatkannya.
3
Sebagian besar pembeli franchise mamasuki bisnis ini untuk menghasilkan uang, kenyataannya baik pemilik maupun perusahaan sama-sama menginginkan uang. Pendapatan merupakan suatu ukuran kesuksesan franchise. Agar sukses, harus dikelola dengan baik, menyediakan produk atau jasa yang baik, dan mendapatkan pelanggan yang mau membeli uang. Banyak orang yang mempertimbangkan untuk memasuki suatu kontrak franchise berasumsi mereka akan menjadi bos pada bisnis tersebut. Asumsi ini tidak sepenuhnya benar, franchisor melakukan sejumlah pengendalian pada franchisee dalam beberapa hal, seperti : kepemilikan barang-barang tak begerak, pembatasan teritorial, pembatalan ketetapan atau persyaratan, dan mewajibkan pengendalian eksklusif.
Konsep usaha franchise terbagai dari beberapa jenis:
Ø Unit Franchising
Adalah sebagai konsep franchise yang paling umum dipakai. Franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk mengoperationalkan unit usaha franchisor di suatu lokasi yang telah di spesifikasikan atau juga dalam suatu area territory yang telah ditentukan. Dalam unit franchising, hanya dikenal dua belah pihak, yaitu Franchisor dan Franchisee.
Ø Area Development Franchising
Franchisor memberikan hak kepada franchisee (yang juga dapat disebut sebagai area developer) suatu territory yang telah ditentukan, yang mana franchisee menyetujui untuk membuka dan mengoperational beberapa unit usaha sesuai dengan development schedule yang telah disepakati. Dalam konsep area development franchising ini, franchisee menanda tangani dua form perjanjian yang berbeda, pertama adalah perjanjian yang menyatakan
spesifikasi territory dan banyaknya unit yang harus dibuka serta schedule pembukaannya, sedangkan yang kedua adalah pembukaan unit franchising itu sendiri. Biasanya, jika franchisee gagal untuk melakukan pembukaan sesuai dengan schedule yang telah ditentukan, maka franchisor dapat membatalkan perjanjian developmentnya, akan tetapi franchisor masih dapat membiarkan franchisee melanjutkan unit usaha yang telah operational.
spesifikasi territory dan banyaknya unit yang harus dibuka serta schedule pembukaannya, sedangkan yang kedua adalah pembukaan unit franchising itu sendiri. Biasanya, jika franchisee gagal untuk melakukan pembukaan sesuai dengan schedule yang telah ditentukan, maka franchisor dapat membatalkan perjanjian developmentnya, akan tetapi franchisor masih dapat membiarkan franchisee melanjutkan unit usaha yang telah operational.
4
Ø Master Franchising
Master Franchising yang juga dikenal sebagai sub franchising, berfungsi sebagai area development franchise, akan tetapi juga melibatkan pihak ketiga. Pada umumnya, franchisor memberikan suatu area territory kepada master franchise, dimana master franchise telah menyetujui development perluasan unit franchise sesuai schedule yang telah ditentukan. Berbeda dari area developer, master franchise biasanya mempunyai options, apakah membuka unit usahanya sendiri ataupun menjual unit usaha kepada pihak ketiga. Metode ini umumnya dipakai oleh international franchising, konsepnya sendiri dikenal sebagai Master Franchising, dan pembeli dari suatu territory disebut master franchisee.
Ø Affiliation / Conversion Franchising
Inti dari konsep ini adalah, jika seorang pemilik usaha yang sudahberjalan ingin bekerjasama dengan jaringan franchise yang ada, dengan demikian pemilik usaha dapat menikmati keuntungan dari merek usaha, penggunaan lahan kosong di unit usahanya, danjuga beberapa komponen operational maupun system dari usaha franchise tersebut.
Jenis Waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua:
Ø Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
Ø Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
5
II.2 Sejarah franchise
Asal muasal konsep franchise dimulai pada tahun 200 sebelum masehi ketika seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu. Sedangkan di Amerika Serikat waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS.
Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS danJepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannyaPeraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
6
Ø Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
Ø Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Ø Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Ø Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Ø Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat.
Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi.
Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
7
II.3 Kelemahan dan Kelebhan Franchising
Beberapa keunggulan bisnis dengan menggunakan sistem franchising adalah sebagai berikut:
Ø Bimbingan.
Kelemahan usaha kecil yang mencolok adalah kurangnya kemampuan manajerial. Seseorang dengan kemampuan manajerial yang terbatas mungkin dapat diterima oleh perusahaan besar, karena ia hanya salah satu dari sekian banyak manajer. Tetapi tidak seorangpun dapat menutupi kelemahan tersebut dalam manajer franchising.
Ø Brand Name
Investor yang menandatangani perjanjian franchise mendapat hak untuk menggunakan promosi nama merek secara nasional maupun regional.
Ø Produk Yang Terjamin
Franchisor dapat menawarkan kepada franchisee suatu produk dan metode pengoperasian bisnis yang terjamin.
Ø Bantuan Finansial
Melalui kerja sama dengan perusahaan franchise, investor individual mungkin dapat terjamin bantuan finansialnya.
Sedangkan kelemahan dari bisnis frinchising ini adalah:
Ø Biaya
Franchisee harus membayar biaya franchise dan sebagai imbalannya franchisor dapat memberikan pelatihan, bimbingan, atau memberikan dukungan lainnya yang memerlukan biaya.
Ø Pengendalian Eksternal
Seseorag yang menandatangani perjanjian franchise kehilangan beberapa kebebasan. Franchisor dalam mengoperasikan seluruh tempat penjualan franchise sebagai suatu bisnis, harus melakukan suatu pengendalian atas aktivitas promosional,catatan finansial, penyewaan, prosedur pelayanan, dan pengembangan manajerial.
Ø Program Pelatihan Yang Lemah
8
II.4 Beberapa Contoh Franchise
9
BAB III
KESIMPULAN
Waralaba atau Franchising adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Franchising memang terkesan lebih ramah bagi para pebisnis yang mempunyai modal yang kuat, tetapi sesungguhnya tidak apabila kita menyikapinya dengan cermat, yaitu dengan cara membuat merek dagang sendiri dan memasarkannya. Mungkin terkesan perlu kerja ekstra tapi itulah sesungguhnya bisnis ( mengembangkan kaehlian yang kita miliki untuk mendapatkan keuntungan). Walaupun seperti itu waralaba juga dapat membantu meningkatkan perekonomian di Indonesia tetapi dengan catatan franchising yang di gunakan adalah asli buatan Indonesia.
10